Media Ummat: Dalam beberapa refrensi disebutkan bahwa Miskin (poor), dalam sistem Kapitalisme maupun Sosialisme, ukurannya
berbeda-beda. Bank Dunia, misalnya, mematok ukuran kemiskinan dengan USD 1
perhari perkepala; sama dengan sebulan minimal USD 30 perkepala, atau Rp 300
ribu (dengan kurs USD 1=Rp 10.000).
Di Indonesia,
UMR (upah minimum regional) juga berbeda-beda, antara satu kota dengan kota
lain. Anggap saja terkecil adalah
Rp.650.000/bulan. Di Jakarta, keluarga yang dikategorikan miskin, sebagaimana dalam kasus
subsidi langsung, umumnya berpendapatan Rp 300.000 ke bawah. Kalau pun nyatanya saat pembagian BLT/BLSM banyak
orang miskin itu yang datang dengan speda motor, punya HP bahkan ada juga yang
menggunakan ‘perhiasan ditubuhnya.
Ini artinya, rata-rata pendapatan
keluarga tersebut perhari hanya Rp 10.000. Dalam pandangan Islam, kemiskian
(al-miskin) atau kefakiran (al-faqr) indikasinya sama, jika
kebutuhan dasar setiap individu perindividu di dalam masyarakat (sandang, papan
dan pangan) tidak terpenuhi; termasuk kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan
keamanan; sekalipun yang terakhir ini merupakan tanggung jawab negara secara
langsung.
Kemiskinan (al-faqr),
menurut bahasa, adalah ihtiyâj
(membutuhkan). Faqîr menurut pengertian syariah adalah orang yang
membutuhkan dan keadaannya lemah, yang tidak bisa dimintai apa-apa. Islam
memandang masalah kemiskinan ini dengan standar yang sama, di negara manapun,
dan kapanpun. Karena itu, menurut pandangan Islam, kemiskinan adalah kondisi
tidak terpenuhinya kebutuhan primer secara menyeluruh.Allah Swt. berfirman: “....(Sebagian lagi) berikanlah kepada orang-orang yang sengsara lagi fakir.
(QS al-Hajj [22]: 28), atau , “....Di dalam harta mereka
terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta, yang tidak mendapat bagian. (QS
adz-Dzariyat [51]: 19),
Tidak ada komentar:
Posting Komentar