Tjio Wie Tay, H.Masagung.
MUALAF & TOKOH
PEMBAURAN MUSLIM KETURUNAN
Media Ummat: H. Masagung, saat lahir bernama Tjio Wie tay, dilahirkan di Batavia
(Jakarta), tgl. 8 September 1927, Usia empat tahun ia ditinggal oleh ayahnya
untuk selama-lamanya. Sehingga masa kecilnya sarat akan kemiskinan dan kerja
keras.
Menjadi pedagang semangka dan asongan lain pernah ia lakukan dalam
menyambung hidup keluarganya saat itu hingga tahun 1953 sebelum ia
mendirikan CV Gunung Agung yang
bergerak di bidang penerbitan serta penjualan buku.
Usaha ini dirintis bersama dua sahabatnya, Lie Tay
San pemilik toko buku di Pasar Pagi dan The Kie Hoat, karyawan perusahaan rokok
Perola, salah satu merek rokok laris kala itu.
Ketiga sahabat ini kemudian bergabung dan mendirikan usaha bersama bernama Tay San Kongsie, tahun 1945 . Saham terbesar dimiliki Lie Tay San (6/15%), The Kie Hoat (4/15%) dan Wie Tay (5/15%). Masagung ditunjuk memimpin perusahaan ini
Ketiga sahabat ini kemudian bergabung dan mendirikan usaha bersama bernama Tay San Kongsie, tahun 1945 . Saham terbesar dimiliki Lie Tay San (6/15%), The Kie Hoat (4/15%) dan Wie Tay (5/15%). Masagung ditunjuk memimpin perusahaan ini
Pada 13 Mei 1951, Wie Tay menikahi Hian Nio (Sri Lestari). Setelah
menikah, Wie Tay berpikir untuk mengembangkan usaha menjadi besar. Dia
mengusulkan kepada kedua rekannya untuk menambah modal. Lie Tay San keberatan.
Dia memutuskan mundur dan tetap dengan toko bukunya di lapangan Kramat Bunder,
(kini Toko Buku Kramat Bundar). Sementara Masagung alias Tjio Wie Tay bersama
The Kie Hoat membangun toko sendiri di Jln Kwitang No 13, sekarang menjadi
Gedung Idayu dan Toko Walisongo. Bentuk usaha firma lalu diubah menjadi NV.
Saat peresmian NV Gunung Agung, Wie Tay membuat gebrakan dengan menggelar pameran buku pada 8 September 1953. Dengan modal Rp 500 ribu, mereka berhasil memamerkan sekitar 10 ribu buku.Yang mayoritas dibeli dari Belanda yang akan meninggalkan tanah air pasca proklamasi.
Saat peresmian NV Gunung Agung, Wie Tay membuat gebrakan dengan menggelar pameran buku pada 8 September 1953. Dengan modal Rp 500 ribu, mereka berhasil memamerkan sekitar 10 ribu buku.Yang mayoritas dibeli dari Belanda yang akan meninggalkan tanah air pasca proklamasi.
Tjio Wie Tay dalam bahasa Indonesia berarti Gunung Besar atau
Gunung Gede tapi Wie Tay mengubahnya menjadi Gunung Agung. Tahun 1963, Toko
Gunung Agung sudah memiliki sebuah gedung megah berlantai tiga di Jln Kwitang
6. Pada Acara ulang tahun ke-10 dilakukan peresmian gedung tersebut dan
dihadiri Bung Karno. Dan setelah sukses atas kerapnya menyelenggarakan pameran
dengan skala nasional dan internasional, maka atas restu Bung Karno pula tepatnya
26 Agustus 1963, Wie Tay berganti nama menjadi Masagung.
Dari sinilah kemudian usahanya melejit baik selaku distributor/ importir
majalah Time, Newsweek, pemasaran film Kodak, kamera Canon hingga money-changer /pedagang valuta asing (valas)
yang memiliki jenis mata uang terlengkap saat itu dan buka 24 jam .
Pasca berdirinya CV Gunung Agung, secara perlahan ekonominya mulai membaik, namun tidak menjadikan dia lengah dan lalai. Dan pada tahun 1975, Masagung memeluk agama Islam, dan ke-Islamannya pun dilengkapi dengan menunaikan ibadah haji 5 tahun kemudian (1980?) dan diulanginya dua tahun kemudian bersama sang istri (Sri Lestari).
Kesederhanaan dia selaku pengusaha muslim , muslim pengusaha, dibuktikan
saat dia tidak setuju karena foto yang dipasang di atas bangunan Walisongo di Yogyakarta yg
bertingkat 4 diperbesar istrinya dengan tujuan untuk ‘sosialisasi/promosi
internal. Ia minta kemudian untuk dirubah keasalnya. Subhanallah.
Bukan cuma di Indonesia. Masagung juga agresif membangun jaringan di luar negeri. Tahun 1965, dia membuka cabang Gunung Agung di Tokyo, Jepang. Lalu mengadakan pameran buku Indonesia di Malaysia awal 1970-an.
Ternyata, kepak sayap bisnis Masagung tidak sebatas toko buku dan penerbitan. Ia juga merambah bisnis lain . Ia tercatat mengelola bisnis ritel bekerjasama dengan Departement Store Sarinah di Jln MH Thamrin, lalu masuk ke Duty Free Shop, money changer, dan perhotelan .
Masagung wafat Senin, 24 September 1990 (63 thn) karena usianya usai sholat
subuh, namun yang lebih mengiris hati adalah saat dua minggu sebelum meninggal,
di HUT-nya yang ke-63 ( 8 September 1990), si bungsu Ketut Abdurrachman
Masagung menyatakan diri masuk Islam, mengikutiperjalanan ayahanda
tercinta.Diantara kadonya, Masagung berpesan pada anaknya, yaitu; "Tak
ada harta warisan dari Bapak yang terbaik serta berguna bagimu, kecuali dua
pusaka ini, Al-Qur'an dan hadits.". Allahu Akbar.
Inilah suatu hadiah yang tidak ternilai besarnya,” ujar Masagung
saat itu. Dengan dibimbing tokoh Islam, Dr Imaduddin Abdurrahim, Ketut
mengucapkan dua kalimat syahadat di Masjid Al A’raf, Jakarta. Namanya mendapat
tambahan Abdurrahman. Jadilah Ketut Abdurrahman Masagung, satu-satunya anak
Masagung yang mengikuti jejak ayahnya. Yang lain, Oka Masagung dan Putra
Masagung, masih pada agama lamanya. Berbeda dengan Oka dan Putra yang kini
lebih banyak bermukim di Amerika untuk berbisnis, Ketut memfokuskan peninggalan
ayahnya di bidang bisnis di dalam negeri.
Masagung memang putra keturunan namun dia tidak ekslusif, nasionalisme
tidak perlu diragukan sehingga wajar
jika dia banyak teman aneka profesi dan agama. Sejak dari tukang emperan,
hingga legislatif/eksekutip dan manca negara.
Tidak dipungkiri dia juga dikenal sebagai tokoh muslim keturunan yang
menjalakan misi mulia, yaitu pembauran dan pembaruan muslim keturunan.
Lebih dari 40 tahun Masagung bekerja keras dia pun memetik hasilnya, dan sangat wajar jika kemudian ia mewarisi CV Gunung Agung (Sejak tahun 1991 Toko Gunung Agung,tbk telah menjadi perusahaan publik yang tercatat di Jakarta Stock Exchange, karena telah mempunyai 32 cabang di kota besar Jawa-Bali dengan luas area penjualan l.k. 28.000 meter sersegi. 20 cabang diantaranya berada di Jakarta dan sekitarnya,). dan menyusul Yayasan Idayu, perpustakaan yang memiliki puluhan ribu buku dengan segala manajemen dan buah masa depan para staff dan karyawamnya yang berjumlah ratusan orang saat ini dan tersebar dibeberapa kota besar.
Lebih dari 40 tahun Masagung bekerja keras dia pun memetik hasilnya, dan sangat wajar jika kemudian ia mewarisi CV Gunung Agung (Sejak tahun 1991 Toko Gunung Agung,tbk telah menjadi perusahaan publik yang tercatat di Jakarta Stock Exchange, karena telah mempunyai 32 cabang di kota besar Jawa-Bali dengan luas area penjualan l.k. 28.000 meter sersegi. 20 cabang diantaranya berada di Jakarta dan sekitarnya,). dan menyusul Yayasan Idayu, perpustakaan yang memiliki puluhan ribu buku dengan segala manajemen dan buah masa depan para staff dan karyawamnya yang berjumlah ratusan orang saat ini dan tersebar dibeberapa kota besar.
Ya Allah Subhana Wata’ala, berikan dia selalu tempat mulia disisi-MU, semoga amal ibadahnya slalu jadi motivasi kami khususnya ttg arti kesederhanaan dan kerja-kerasnya dalam mengarungi hidup yang Islami. Subhanallah, Amin Yarabil’alamin (@rief/foto.repro)
PT. TOKO GUNUNG AGUNG Tbk
Jalan Kwitang Raya No.6, Jakarta 10420.
Tlp.021.391.2345, Faks.021.315.0504, 390.5248. Tlp bebas pulsa 0800.1.131313
Tidak ada komentar:
Posting Komentar